Diatas Normal

Saat kujenguk senyummu
Pada sebuah malam
Rimbun daun serupa melankolis memandangku
Lalu pucuk purnama berubah biru kelam
Aku berlari memendarkan gelak rindu begitu gempita
Sedang engkau disana
Duduk manis berselimutkan ego  kekal
Meski rindu telah luber dari dadamu

Siapa yang tolol?

Kau tahu benar rindu itu menepiskan nafas
Seperti puntung rokok yang enggan mati namun tak lagi ingin menyala sempurna
Aku candu
Pada lekung sabit di pipimu
Kau candu pada remah-remah tawaku

Kita berada diatas normal
Memandang tembok serupa lekuk wajah
Lalu apa gunanya membiarkan waktu semakin tua dengan rangkaian huruf dan menepikan pertemuan?

Hujan telah gagal menebus rindu
Aku tetap berdiri di ujung senja
Dan kau tetap memeluk bulan
Berharap langit akan terbelah hingga tak ada lagi siang atau malam
Rindu telah meracau kepeningan melanggar batas normal
Kita tetap berkhayal
Dalam logika yang meradang

Siapa yang tolol?

#puisihore2 – tema ke 8

Posted from WordPress for Android

PING

Ping!

Jarak! Bukan pohon. Bukan!

Ia penyakit mematikan
Saat
Aksara yang kubahasakan tak bisa lagi kau pahami
Aksara yang kau tutur tak bisa tertangkap maknanya olehku
Saat
Dadamu tak bisa merengkuh mataku secepat kilat
Mata kita tak bisa lagi saling merasuk

Lalu apa?

Ping! Ping!
Tanda tanya seperti seru
Kecam rindu-rindu yang menebal
Kecam segala prasangka
Karena metaformosa jadi benci adalah proses sederhana

Ping! Ping!
Mata semakin buram ditutupi mendung
Rindu semakin renta
Jarak menyuburkan dengki tak terduga

Lalu apa?

Tanda tanya telah  seru menghujat rasa
Melupakan janji
Kita putus saja
Sesederhana setiap Ping yang berdentang

Ping! Ping!
P.U.T.U.S.

#puisihore2 ~ Tema : KOMUNIKASI

Posted from WordPress for Android

Cangkang Kehidupan

image
Salvador dali painting- geopolitical child watching the birth of the new man

Kitab dongeng para tetua bertutur tentang cangkang penyimpan embrio Nuh —

Selusin kepak mendarat di remah tanah
Menyulam tubuh pencari keabadian; pencari kehidupan baru terjanji, menjadi doa pengharapan setiap para bocah.

“Tunjuk satu daratan!” jerit wanita papa.
“Hentikan bandang lendut dari langit mentega, seseorang pasti tahu hal ini.”

Lalu ada hidup beranak-pinak dalam satu daratan.
Mengais waktu menikahi bumi dengan setia

Tetapi luntahan janji-janji si tuan kuning bermata kuning, makin menjulur menggapai leher-leher amarah
Kemudian henyak lelah terperangkap dalam pigura keegoisan
Tak bisa lari

Ada harap telanjang angkasa tentang bumi yang semakin sakit
Karena tumpah darahnya pada alis mata seekor jalak

Lalu peri bersorak sendu

“Berhenti rajam tanah dengan riuh! Berhenti! Karena tetumbuhan sebenarnya lekuk-lekuk di kelopak matamu
Dan hewan adalah darah yang mengalir dalam nadimu.”

Dan hening.
Yang mengecap manis menjahit ujarnya
Yang mengecap pahit sibuk merapal kutuk
Diterakan tanda tanya pada kening
Adakah ibu Bumi meluap angkara lagi?

Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh baik. *)

*) kutipan kitab Kejadian 1

Tulisan kolaborasi dengan @_bianglala

#Puisihore2. Tema; Bumi.
Tantangan : memuisikan lukisan Salvador Dali

Posted from WordPress for Android

Kepala Kotak

image
Photo by : Jamie Baldridge

Kepala kita adalah kotak yang sudah tak bisa lagi menjelma bulat seperti purnama
Meski sejuta helikopter meraung
Menarik – narik neuron
Pikiran dan rasa sama sekali tak bisa menyatu

Serisau senja
Sesepi subuh
Kita semakin sempurna memainkan peran
Menjadi patung berpakian menawan
Meski dada sudah hampir pecah karena jarak sudah mencapai titik nol
Tangan kita kaku, membeku, tuk saling menyentuh

Kita kotak dan akan selalu kotak
Semakin malam, semakin menua oleh keegoisan
Keras lalu kemudian renta
Semoga tak tertulis penyesalan nanti
Sebab telah menyembunyikan harga sebuah pengorbanan
Dalam kepala yang semakin kotak

22 April 2013 ~ pada sebuah senja

*puisi ini diikutkan dalam #puisihore2 dengan tema: “Memuisikan foto karya Jamie Baldridge”*

Posted from WordPress for Android