Seorang teman pernah berkata kepadaku jika ingin melupakan seseorang, alangkah baiknya kita melakukan perjalanan jauh. Sebuah perjalanan katanya bisa membuat jiwa lebih jernih sehingga bisa seseorang menemukan dirinya kembali dan membantu melepas beberapa hal dengan mudah.Ya, memang dia benar tapi tidak sepenuhnya. Setelah mengunjungi berbagai tempat yang letaknya beribu kilometer dari rumah nyamanku, jiwaku seperti terisi penuh kembali namun ingatan tentangmu belum juga pudar.
Di tepi pantai Drini yang sepi ini, bau laut menjelma aroma tubuhmu. Ah, bahkan ombak yang pergi begitu saja meninggalkan bibir pantai membuka ingatanku tentang kepergianmu. Kala itu, di suatu malam Desember yang pekat dan dingin dua tahun lalu, kau pergi, meninggalkanku begitu saja, tanpa pamit apalagi menghadiakan sebuah kecupan. Aku telah mengarahkan seluruh kemampuanku mencarimu tapi keheningan berhasil menculikmu entah kemana. Selalu saja tanya mengenai mengapa mengusik, membuat pening dan remuk. Pada satu titik aku benar-benar lelah. Sayangnya lelah itu lemah, mereka tak mampu melenyapkanmu. Seluruh ingatan dan cintaku padamu terlalu keras kepala, bersarang mantap di jiwaku hingga saat ini.
***
Setelah melakukan perjalanan itu aku kembali pulang dan meskipun melupakanmu belum sepenuhnya terjadi. Tempat pertama yang aku kunjungi adalah kafe yang dulunya sering kita datangi. Bukan, bukan sedang merayakan kenangan mengenaimu lagi. Tapi Muffin Egg disana terlampau enak dan itu adalah tempat terdekat yang dapat dijangkau untuk membunuh rasa laparku pagi ini. Orang dengan berbagai corak wajah begitu penuh disini. Aroma kopi dan riuhnya percakapan beradu kencang. Setelah memesan makanan dan minuman aku lalu duduk salah satu sudut kafe.
“Hai, apa kabarmu?”
Deg! Tiba-tiba saja kamu muncul dihadapanku, dengan senyum yang masih saja menawan. Belum sempat aku menjawab, kau meraih jemariku lalu setengah berbisik kau bilang,
“Aku merindukanmu.”
Dalam kepalaku muncul berjuta rasa yang tak bisa didefenisikan. Aku menyipitkan kelopak mata beberapa senti supaya air mata tidak luruh seketika. Entah aku harus bersyukur atau mengutuk kahadiranmu. Lantas aku ingin memarahimu, memukulmu dengan gelas yang masih berisi penuh jus jeruk. Tapi lidahku kelu, tanganku kaku.
“Mbak, pesanannya sudah semua. Ada lagi yang bisa saya bantu?”
“….”
“Mbak,”
Aku menggeleng, tersenyum kikuk pada sang pelayan café. Dia pun berlalu menjauh, bayangmu juga. Gaduhnya tempat ini pun tak bisa mengenyahkan hadirmu sekejap saja. Aku sepenuhnya kehilangan akal tentang cara melupakanmu. Mungkin saat kita bersama, malaikat menyulam ingatan tentangmu dengan begitu pekat.
#374 Kata
Berdasarkan Puisi “Tentang Seseorang” di Film AADC